Setiap Kamis Pon, suasana SMK Muhammadiyah 2 Bantul tampak berbeda dari biasanya. Guru dan siswa datang ke sekolah dengan busana adat Jawa — para guru mengenakan beskap dan jarik, sementara para siswi dan siswa tampil anggun dan gagah dalam kebaya serta lurik khas Jawa. Tradisi ini bukan sekadar seragam khusus, melainkan wujud nyata pelestarian budaya dan karakter lokal di lingkungan sekolah.

Program berbusana adat di Kamis Pon ini merupakan bentuk implementasi pendidikan berbasis budaya yang telah lama diterapkan di SMK Muhammadiyah 2 Bantul. Melalui kegiatan ini, sekolah berupaya menanamkan rasa bangga terhadap budaya Jawa, serta memperkenalkan nilai-nilai kesopanan, keanggunan, dan tata krama yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa.

Kegiatan ini juga menciptakan suasana sekolah yang berbeda — lebih hangat, santun, dan berkarakter. Setiap Kamis Pon, para siswa tampak antusias berfoto bersama dan saling mengapresiasi keindahan busana adat yang mereka kenakan. Di beberapa kesempatan, guru juga memanfaatkan momen ini untuk memberikan edukasi ringan tentang filosofi busana Jawa, seperti makna kain jarik, blangkon, dan cara berperilaku sopan dalam budaya Jawa.

Kepala sekolah menyampaikan bahwa kegiatan Kamis Pon ini bukan hanya soal berpakaian, tetapi juga tentang menumbuhkan rasa memiliki terhadap budaya sendiri di tengah arus modernisasi.

“Kami ingin siswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter budaya yang kuat. Lewat tradisi kecil seperti ini, kita belajar menghargai warisan leluhur dan menjadikannya bagian dari identitas kita,” ujarnya.

Dengan semangat tersebut, Kamis Pon di SMK Muhammadiyah 2 Bantul tidak sekadar hari berpakaian adat, melainkan juga hari untuk merayakan jati diri dan kebanggaan sebagai bagian dari budaya Jawa.


“Setiap Kamis Pon, kami tidak sekadar berbusana — kami merawat budaya dan menjaga jati diri Jawa.”